Mengenal Sifat Tawaduk Rasulullah
Tawaduk adalah lemah lembut dalam bersikap, merendahkan hati, berperilaku baik ketika berinteraksi dengan orang lain, serta menjauhi sikap sombong dan merasa lebih tinggi dari orang lain. Tawaduk merupakan salah satu sifat yang tampak pada jelas pada akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu bagaimanakah sifat tawaduk Rasulullah dalam kesehariannya?
Tawaduk merupakan suatu sifat yang mulia. Tawaduk adalah salah satu sifat yang Allah perintahkan dalam Al-Quran. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۚ اِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْاَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُوْلًا
“Janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.” (QS. Al-Isra: 37)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ
“Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, sebaiknya kita berusaha untuk memiliki sifat tawaduk. Di antara sosok yang bisa kita teladani dalam sifat tawaduk tentunya adalah Rasul kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari beliau kita bisa meneladani sifat tawaduk. Lalu bagaimana sifat tawaduk yang dimiliki oleh Rasulullah?
Berikut ini beberapa sifat tawaduk yang Rasulullah contohkan kepada kita:
Tawaduk ketika dipuji
Rasulullah merupakan pribadi yang tidak suka dipuji secara berlebihan. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم، إنما أنا عبد، فقولوا عبد الله ورسوله
“Janganlah kalian memujiku secara berlelbihan sebagaimana orang-orang Nasrani lakukan kepada anak Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba, maka katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya.”
Pada hadis ini, beliau tidak mau dipuji secara berlebihan. Beliau tidak mencari pengkultusan, melainkan menanamkan akidah yang lurus. Pada hadis lain, Rasulullah juga memperingatkan kita ketika ada yang memuji-muji kita, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا رأَيْتُم المدَّاحينَ فاحثُوا في وجوهِهم التُّرابَ
“Jika engkau melihat orang yang suka memuji-muju, maka lemparkanlah tanah pada wajahnya.” (HR. Ahmad)
Berdasarkan hadis di atas, kita bisa ketahui bahwa beliau shallallahu alaihi wa sallam bukanlah orang yang suka dipuji-puji dan memperingatkan orang yang suka memuji-muji. Hal tersebut dikarenakan banyaknya pujian bisa memfitnah seseorang sehingga bisa menjadi orang yang sombong.
Tawaduk dalam berinteraksi dengan orang kecil
Rasulullah merupakan seorang Rasul, tokoh penting, pemimpin kaum muslimin. Akan tetapi, status beliau tidak menghalangi beliau untuk berinteraksi dengan orang-orang kecil. Beliau tidak mensyaratkan harus orang tertentu yang bisa menjumpai beliau, harus di tempat khusus, dan lain sebagainya. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis,
جاءت امرأةٌ إلى رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فقالت: يا رسولَ اللهِ إن لي إليك حاجةً فقال لها: يا أُمَّ فلانٍ، اجلسي في أيِّ نواحي السِّكَكِ شئتِ حتى أجلسَ إليك قال: فجلستْ ، فجلسَ النبيُّ صلى الله عليه وسلم إليها، حتى قضت حاجتَها
Seorang wanita datang kepada Rasulullah ﷺ lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai suatu hajat kepadamu.” Beliau pun bersabda, “Wahai Ummu Fulan, duduklah di jalan mana saja yang engkau kehendaki, niscaya aku akan duduk bersamamu.” Maka wanita itu pun duduk, lalu Nabi ﷺ duduk bersamanya hingga ia menyampaikan hajatnya sampai selesai. (HR. Muslim)
Dari hadis di atas, kita bisa lihat sifat tawaduk Rasulullah. Ketika seorang wanita biasa mendatangi beliau, Rasulullah menerima wanita tersebut tanpa persyaratan ini dan itu. Beliau melayani wanita tersebut hingga selesai hajatnya di tempat mana pun wanita tersebut bisa.
Tawaduk dalam kesederhanaan hidup
Sifat tawaduk lainnya yang dimiliki oleh Rasulullah adalah kesederhanaan hidup beliau. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik,
كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ يُدْعَى إلى خُبْزِ الشَّعِيرِ والإِهالَةِ السَّنِخَةِ فَيُجِيبُ ، ولقدْ كانَتْ لهُ دِرْعٌ عندَ يهُوَديٍّ فما وجدَ ما يفكُّها حتى ماتَ
“Nabi ﷺ pernah diundang (makan) dengan roti gandum kasar dan lemak yang sudah berubah baunya, lalu beliau memenuhi undangan tersebut. Dan sungguh, beliau memiliki sebuah baju besi yang digadaikan kepada seorang Yahudi, dan beliau tidak menemukan sesuatu untuk menebusnya hingga beliau wafat.” (HR. Bukhari)
Itulah sederhananya beliau, tidak memilih-milih makanan dan hidup apa adanya. Beliau tidak mengejar kemewahan dunia sampai baju besi beliau pun digadaikan dan belum ditebus ketika beliau wafat. Bahkan ketika beliau berangkat berhaji, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menggunakan kendaraan mewah. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis,
حجَّ النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ علَى رَحْلٍ رثٍّ وقَطيفةٍ تُساوي أربعةَ دراهمَ أو لا تُساوي ثُمَّ قالَ اللَّهمَّ حَجَّةٌ لا رياءَ فيها ولا سُمعةَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan haji dengan mengendarai pelana yang usang dan selembar kain (selimut) yang harganya empat dirham atau kurang dari itu. Kemudian beliau berdoa, ‘Ya Allah, (jadikanlah) hajiku ini tidak ada riya’ dan tidak ada sum‘ah.” (HR. Tirmizi)
Beliau juga tidak menggunakan kendaraan mewah dalam keseharian beliau. Jabir bin Abdillah berkata dalam sebuah hadis,
جاءني رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم ليس براكبِ بغلٍ ولا برذونٍ
“Rasulullah ﷺ datang kepadaku, bukan menunggangi bagal dan bukan pula keledai jantan.” (HR. Tirmizi)
Baca juga: Sebuah Ujian dan Ketawadukan
Tawaduk dalam penghormatan
Rasulullah merupakan seorang Rasul dan juga pemimpin kaum muslimin. Akan tetapi, beliau tidak mengharapkan penghormatan berlebihan kepada para sahabat, bahkan beliau tidak suka ketika diberi penghormatan. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis,
ما كان شَخْصٌ أحبَّ إليهِمْ رُؤْيَةً مِنَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ ، وكَانُوا إذا رَأوْهُ لمْ يَقُومُوا إليهِ لِما يَعْلَمُونَ من كَرَاهيَتِه لِذلكَ
“Tidak ada seorang pun yang lebih mereka (para sahabat) cintai untuk dilihat melebihi Nabi ﷺ. Namun apabila mereka melihat beliau, mereka tidak berdiri untuk menyambutnya, karena mereka mengetahui bahwa beliau tidak menyukai hal itu.” (HR. Tirmizi)
Walaupun para sahabat sangat menghormati Rasulullah dan Rasulullah tentu merupakan salah satu sosok yang paling layak diberikan penghormatan, para sahabat tidaklah berdiri untuk menyambut beliau ketika beliau datang.
Tawaduk dalam kasih sayang kepada anak-anak
Sifat tawaduk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya adalah kasih sayang beliau terhadap anak-anak. Beliau senantiasa memperlakukan anak-anak dengan baik dan tidak meremehkan mereka. Hal tersebut tercerminkan dalam sebuah hadis dari Yusuf bin Abdullah bin Salam, ia berkata,
سمَّاني رسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يُوسُفَ، وأقعَدَني في حِجْرِهِ، ومسَحَ على رَأْسي
“Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menamaiku Yusuf, menempatkanku di pangkuannya, dan mengusap kepalaku.” (HR. Ahmad)
Pada hadis lain juga menunjukkan keakraban dan sifat lembut Rasulullah dengan anak kecil. Anas bin Malik berkata,
كَانَ لِأَبِي طَلْحَةَ ابْنٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو عُمَيْرٍ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَاحِكُهُ قَالَ فَرَآهُ حَزِينًا فَقَالَ يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ
“Abu Thalhah dahulu memiliki seorang anak laki-laki yang dikenal dengan Abu ‘Umair. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tertawa bersamanya. Suatu ketika, beliau melihatnya sedih. Beliau pun bertanya, “Wahai Abu ‘Umair, ada apa dengan si Nughair?” (HR. Ahmad)
Tawaduk dalam kehidupan rumah tangga
Sifat tawaduk Rasulullah lainnya adalah mau membantu istrinya dalam pekerjaan rumah tangga. Walaupun beliau seorang pemimpin kaum muslimin, seorang Rasul, sekaligus seorang suami yang seharusnya dihormati, hal tersebut tidak mencegah beliau untuk mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga. Beliau bukan tipe suami yang menuntut istri melayani semua kebutuhan di rumah. Hal tersebut sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radiyallahu ’anha,
عن عائشةَ أنَّها سُئِلتْ ما كان عملُ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم في بيتِه؟ قالت ما كان إلَّا بشَرًا مِن البشَرِ كان يَفْلي ثوبَه ويحلُبُ شاتَه ويخدُمُ نفسَه
“Dari Aisyah, bahwasannya ia ditanya tentang apa yang biasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kerjakan di rumahnya? Aisyah menjawab, “Beliau hanyalah seorang manusia biasa, beliau menambal pakaiannya, memerah susu kambingnya, dan melayani dirinya sendiri.’” (HR. Ahmad)
Kesimpulan
Sifat tawaduk Rasulullah ﷺ terlihat jelas pada setiap aspek kehidupannya dalam interaksi dengan orang lain, kehidupan rumah tangga, maupun gaya hidup sehari-hari. Beliau menunjukkan bahwa kekuatan dan kebesaran seorang hamba tidak diukur dari kemewahan atau kedudukan, melainkan dari kerendahan hati dan kesederhanaan. Oleh karena itu, marilah kita meneladani beliau dalam sikap tawaduk, menjadikannya bagian dari akhlak utama dalam hidup kita.
Baca juga: Meneladani Ketawadukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
***
Penulis: Firdian Ikhwansyah
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
Syarah Syamail Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr.
Artikel asli: https://muslim.or.id/109293-mengenal-sifat-tawaduk-rasulullah.html